By. Rizka Ayu Ramadhani
Purbalingga, 26 April 2016
Tusukan sang angin,
mengagetkan tulang rusuk...
Diam dan bisuku,
Menjadi saksi...
Antara ketidaktahuan,
Saat krisantemum keindahannya mulai memudar,
Saat mawar tak seharum dulu,
Saat matahari tak seindah dulu,
Saat itu pula jari ini tertancap kerikil tajam...
Kau tahu?
Layaknya sang merpati denga pasangannya,
Aku bisa mencintaimu dengan sederhana,
Namun...
Takdir yang memaksa cinta ini kering,
Tandus...
Dan tak betuan..
Bagaikan sinar sang fajar menyentuh di dedaunan,
Tajamnya pisau yang menghujam intuisiku,
Menyelami ekspektasi belaka...
Membuat isyarat penuh makna...
Disaat melati mugkin lebih wangi,
Namun aku tetap menjadi teratai yang lebih indah...
Kau tahu?
Ku arungi muara dan ku selami samudera,
Ratapi detak jam yang mulai berputar,
Hingga aku merasa perih saat api mulai membara...
Kasih...
Aku dan sunyiku,
Merangkak mencari kepastian,
Menunggu di bukit sabana tanpa makhluk...
Kasih...
Aku masih menggoreskan pena hitam,
Untuk mengenang kisah indah bersamamu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar